Kondisi SDM Indonesia berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultancy)
pada bulan Maret 2002 menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada
pada peringkat ke-12, terbawah di kawasan ASEAN yaitu setingkat di bawah
Vietnam. Rendahnya kualtias hasil pendidikan ini berdampak terhadap
rendahnya kualtias sumber daya manusia Indonesia.
Dalam kondisi seperti ini tentunya sulit bagi bangsa Indonesia untuk
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan sumber daya
manusia yang dilaksanakan di Negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan pengembangan
anak usia dini yang mencakup perawatan, pengasuhan dan pendidikan
sebagai program utuh dan dilaksanakan secara terpadu.
Pemahaman pentingnya pengembangan anak usia dini sebagai langkah dasar
bagi pengembangan sumber daya manusia juga telah dilakukan oleh
bangsa-bangsa ASEAN lainnya seperti Thailand,
Singapura, termasuk negara industry Korea Selatan. Bahkan pelayanan
pendidikan anak usia dini di Singapura tergolong paling maju apabila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan baru
menjangkau sebagian kecil masyarakat. Meskipun berbagai program
perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini usia (0-6 tahun) telah
dilaksanakan di Indonesia sejak lama, namun hingga tahun 2000
menunjukkan anak usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan perawatan dan
pendidikan masih rendah. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa dari sekitar
26,2 jut anak usia 0-6 tahun yang telah memperoleh layanan pendidikan
dini melalui berbagai program baru sekitar 4,5 juta anak (17%). Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman Kanak-kanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%).
Sedangkan melalui penitipan anak dan kelompok bermain kontribusinya
masing-masing sangat kecil yaitu sekitar 1% dan 0,24%.
Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini
saat ini antara lain disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang
memberikan layanan pendidikan dini jika dibanding dengan jumlah anak
usia 0-6 tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai
program yang ada baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan
Posyandu) yang telah ditempuh selama ini ternyata belum memberikan
layanan secara utuh, belum bersinergi dan belum terintegrasi
pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal ketiga
aspek tersebut sangat menentukan tingkat intelektualitas, kecerdasan
dan tumbuh kembang anak.
Pentingnya pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian dunia internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakar Senegal
menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk
semua dan salah satu butirnya adalah memperluas dan memperbaiki
keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi
anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung, Indonesia sebagai
salah satu anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen
ini.
Perhatian dunia internasional terhadap urgensi pendidikan anak usia dini
diperkuat oleh berbagai penelitian terbaru tentang otak. Pada saat bayi
dilahirkan ia sudah dibekali Tuhan dengan struktur otak yang lengkap,
namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan. Bayi yang
baru lahir memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar satu
trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap
(cabang-cabang neuron) yang akan membentuk bertrilyun-trilyun sambungan
antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan.
Synap ini akan bekerja sampai usia 5-6 tahun. Banyaknya jumlah
sambungan tersebut mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang
hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman
yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya, terutama pengalaman
yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini akan memiliki potensi
yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, matematika,
keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional.
Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini,
yaitu:
(1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas,
(2) mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan,
(3) meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat,
(4) menolong para orang tua dan anak-anak.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan
pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi
untuk mengoptimalkan perkembangan otak.
Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup seluruh proses
stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang
terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini
dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi
manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan
kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia
dini.
No comments:
Post a Comment